BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Upaya imunisasi
diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya
kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost
effective. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah
terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974.
Mulai tahun 1997, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan
Imunisasi dalam rangka pencegahan penulran terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio,
tetanus serta hepatitis B (Dep.Kes, 2006).
Campak adalah penyakit yang potensial untuk menimbulkan wabah.
penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi campak. Tanpa program
imunisasi attack rate 93,5 per 100.000. Kasus campak dengan gizi buruk akan
menimbulkan CFR. Masalah kematian campak di dunia yang dilaporkan pada tahun
2002 sebanyak 777.000 kematian dan 202.000 kematian berasal dari negara ASEAN,
serta 15 % dari kematian campak tersebut terjadi di Indonesia. ( Dep.Kes, 2003 ).
Program imunisasi campak di Indonesia telah dimulai sejak tahun
1984 dengan kebijakan memberikan 1 dosis pada bayi usia 9 bulan. Pada awalnya pemberian campak sebesar 12,7 % tahun
1984 kemudian meningkat sebesar 85,4% pada tahun 1990 dan bertahan pada 90,6 % tahun
2002. Pada tahun 2004 meningkat menjadi 91,8 % (Dep.Kes, 2006). Pada tahun 2003
WHO-SEARO membuat rencana strategi dan penanggulangan campak dengan tujuan
utama untuk menurunkan angka kematian campak sebanyak 50 % pada tahun 2005
dibandingkan dengan tahun 1999. Strategi tersebut berupa akselarasi surveilans campak,
status imunisasi rutin tinggi (cakupan
90% di 100% Kabupaten) dan pemberian dosis kedua campak. ( Dep.Kes, 2004 ).
Berdasarkan data epidemiologis, di Indonesia
didapatkan adanya akumulasi anak balita yang tidak mendapatkan imunisasi dan
anak-anak yang tidak mendapatkan kekebalan setelah pemberian satu dosis vaksin
campak. Hal ini antara lain
disebabkan faktor efikasi vaksin rendah sehingga populasi kelompok ini rentan
untuk terserang campak. Campak merupakan salah satu penyakit PD3I (Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) dengan status imunisasi campak yang
mencapai lebih dari 80 %, kasus campak diharapkan dapat menurun oleh karena
terjadi kekebalan pada kelompok masyarakat, yang meningkatkan daya tahan tubuh.
Dalam rangka mencapai target global imunisasi salah satunya adalah reduksi
campak (recam) tahun 2007, oleh sebab itu diharapkan statusnya tetap tinggi
baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga dapat menekan terjadinya campak
merupakan indikator penilaian pelaksanaan imunisasi dan surveilans di suatu
daerah (Dikes NTB, 2011).
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat, campak masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan melihat kasus tahun 2011 sebanyak
105 kasus dengan status imunisasi 97 % dengan jumlah dan frekuensi paling
banyak ditemukan di Kabupaten Lombok Timur dengan jumlah kasus 99 kasus dengan
kejadian Kasus Campak di wilayah kerja Puskesmas Pengadangan Kecamatan Pringgasela
pada bulan Agustus 2011. Lokasi kejadian paling banyak ditemukan di Desa Pengadangan
Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur yaitu sebanyak 35 kasus campak dengan
cakupan imunisasi 92,9 %. Dari 35 kasus campak tersebut yang mempunyai riwayat
imunisasi campak sebanyak 11 kasus ( 31,42 % ) dan yang tidak mempunyai riwayat imunisasi campak 24 kasus ( 68,57 % )
(Dikes NTB, 2011).
Berdasarkan studi pendahuluan yang didapatkan
tanggal 23 Maret tahun 2012, bahwa peneliti menemukan anak-anak yang menderita
campak sebanyak 35 orang, pada dasarnya tidak ada riwayat pemberian imunisasi
campak sebanyak 30 orang, namun peneliti juga menemukan bahwa ada anak-anak
yang mempunyai riwayat imunisasi campak sebanyak 5 orang juga terkena penyakit
campak, hal ini dapat saja terjadi tergantung kekebalan tubuh atau sistem imun
anak itu sendiri.
Dari latar belakang tersebut diatas maka penulis ingin
meneliti apakah ada hubungan status imunisasi campak dengan kejadian penyakit
campak di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur Tahun 2011.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari data dan latar
belakang di atas, maka dirumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah ada hubungan pemberian imunisasi campak
dengan kejadian penyakit campak pada anak di wilayah kerja
Puskesmas Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur tahun 2012 ?.
1.3
Tujuan
Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
pemberian imunisasi campak dengan
kejadian penyakit campak pada anak di wilayah kerja Puskesmas Pengadangan Kecamatan
Pringgasela Kabupaten Lombok Timur tahun 2012.
1.3.2
Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi
kejadian penyakit campak di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Tahun 2012.
b. Mengidentifikasi
pemberian imunisasi campak pada penderita campak di Desa Pengadangan Kecamatan
Pringgasela Tahun 2012.
c. Menganalisa
hubungan pemberian imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak pada anak di
Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela tahun 2012.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian adalah kegunaan hasil penlitian, baik bagi kepentingan pengembangan
program maupun kepentingan ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini diharapkan
berguna untuk :
1.4.1 Bagi
Puskesmas
Diharapkan
penelitian ini bermanfaat sebagai informasi untuk membantu merumuskan langkah-
langkah dalam menentukan kebijakan ataupun program- program khususnya dalam
peningkatan upaya pelayanan kesehatan pada penderita campak di Wilayah Kerja
Puskesmas Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Dapat
mengetahui mamfaat imunisasi campak bahwa penyakit campak dapat dicegah dengan
imunisasi campak dan bila terjadi campak segera berobat ke tempat pelayanan
kesehatan, untuk pengenalan manfaat imunisasi lengkap terhadap.
1.4.3
Bagi
pengembangan ilmu pengetahuan
a.
Dapat
dijadikan informasi bagi akademik/pendidikan untuk kegiatan belajar mengajar
tentang pentingnya pemberian imunisasi campak pada anak.
b.
Sebagai
bahan masukan atau pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut tentang kebutuhan
pemberian imunisasi campak.
1.4.4
Bagi
Peneliti
Meningkatkan
pengetahuan tentang imunisasi campak terhadap kejadian penyakit campak.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Anak
2.1.1
Definisi
Batasan
umur seseorang masih dalam kategori anak, berdasarkan Undang-Undang RI. No. 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa :
“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu ) tahun dan
belum pernah kawin.” (Saerodji, 2010)
2.2 Imunisasi
2.2.1
Definisi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh
terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh
tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi
terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit
itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi
lainnya (Halifah, 2010).
|
2.2.2
Tujuan
imunisasi
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari
imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis
B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan
lain sebagainya (Halifah, 2010).
2.2.3
Macam
- macam imunisasi
Macam-macam / jenis-jenis imunisasi ada dua
macam, yaitu imunisasi pasif yang merupakan kekebalan bawaan dari ibu terhadap
penyakit dan imunisasi aktif di mana kekebalannya harus didapat dari pemberian
bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasa guna
membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat
(Halifah, 2010).
2.2.4
Tehnik
atau cara pemberian imunisasi
Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya
dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan
kepada seseorang dengan cara suntik atau minum / telan. Setelah bibit penyakit
masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit
tersebut dengan membantuk antibodi. Antibodi itu uumnya bisa terus ada di dalam
tubuh orang yang telah diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba
menyerang (Halifah, 2010).
2.3 Imunisasi Campak
2.3.1
Definisi
Imunisasi
campak adalah suatu keadaan tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin campak dalam tubuh bayi usia antara 9 sampai 11 bulan dan pada usia 6 sampai 7 tahun ( kelas 1 SD ). (Dikes NTB, 2011 ).
2.3.2
Tujuan Imunisasi Campak
Pada hakekatnya tujuan dari imunisasi campak
adalah pencegahan penyakit. campak, juga teercapainya Universal Child Immunization (UCI campak 80 %). Pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah
diare yang sering timbul menyertai campak ( Dikes NTB, 2011).
2.3.3
Vaksin Campak
Vaksin campak merupakan virus hidup yang
dilemahkan. efikasi vaksin campak 90 %, tidak semua orang atau sasaran yang
mendapatkan imunisasi campak menjadi kebal, yang menjadi kebal hanya 90 %.
Untuk mengetahui efikasi vaksin dapat dihitung sebagai berikut :
AR
tidak diimunisasi – AR diimunisasi
Efikasi vaksin campak = x
100%
AR
tidak diimunisasi
2.3.4 Cara
pemberian imunisasi campak
Vaksin campak merupakan virus measles yang
sudah dilemahkan tingkat virulensinya yang dimasukkan ke dalam tubuh seorang
anak sebagai antigen yang nantinya akan membentuk antibody setelah melalui
proses reaksi imun. Imunisasi campak diberikan sekurang-kurangnya / minimal
pada anak usia 9 bulan dengan dosis 0,5 cc injeksi via sub kutan (FKUI, 1997).
2.4
Penyakit Campak
2.4.1
Definisi
Campak
Penyakit
campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan dengan bentuk makula
popular selama tiga hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 38 ºC
atau lebih juga disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah ( FKUI,
1997).
Kasus
campak konfirmasi ialah kasus campak klinis disertai salah satu kriteria :
a. Pemeriksaan laboratorium serologis ( IgM +
atau kenaikan titer antibody 4 kali) dan atau isolasi virus campak + .
b. Kasus camapak yang mempunyai kontak
langsung dengan kasus konfirmasi dalam periode 1 – 2 minggu.
2.4.2
Gambaran
Klinis
Campak
mempunyai gejala klinis demam kira-kira 38 ºC, koplik’s spot (gejala kemerahan) setelah satu minggu sampai
satu bulan berubah menjadi hitam (hyperpigmentasi) dan kulit menjadi bersisik,
batuk pilek dan atau mata merah. Sering terjadi pada kasus yang berat adalah
komplikasi seperti diare dan bronchopneumonia. Kematian sering terjadi pada
kasus campak dengan komplikasi pneumonia, diare dan kurang gizi serta karena
penanganan yang terlambat ( Habel, 1990 ).
2.4.3
Epidemiologi Penyakit Campak
Penyakit campak merupakan penyakit yang
sangat menular (infeksius) manusia merupakan satu-satunya induk semang (Host)
sehingga dapat dieradikasi atau dibasmi dari muka bumi (Noor, 2002 ).
2.4.4
Penyebab
Campak disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxopiridae (RNA), jenis
Morbilivirus yang mudah mati karena panas dan cahaya (Dep Kes RI, 2008).
2.4.5
Cara penularan
Menurut DepKes RI (2008), cara penularan
penyakit campak adalah :
1.
Penularan
terutama melalui batuk, bersin (sekresi hidung).
2.
Dapat
mulai menularkan 1 – 3 hari sebelum panas sampai 4 hari setelah timbul rash
(ruam kemerahan).
3.
Puncak
penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1– 3 hari pertama
sakit
2.4.6
Masa inkubasi
Masa inkubasi 8 – 13 hari, rata-rata 10 hari
(DepKes RI, 2008).
2.4.7
Gejala dan tanda-tanda
Menurut DepKes RI (2008), tanda dan gejala
dari campak adalah sebagai berikut :
1.
Panas badan lebih dari 38 ºC selama tiga hari
atau lebih, disertai salah satu atau lebih gejala : batuk, pilek, mata merah,
mata berair.
2.
Khas ( Pathogonomonis) ditemukan koplik’s spot
atau bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mukosa bucal).
3.
Bercak merah atau rash yang dimulai dari
belakang telinga atau tubuh berbentuk macula papula selama 3 hari atau lebih,
beberapa hari ( 4 -7 hari) ke seluruh tubuh kemudian bercak merah mejadi
kehitam-hitaman disertai kulit bersisik
2.4.8
Diagnosa banding
1. Rubella
( campak Jerman ) : terdapat pembesaran getah kelenjar bening di belakang
telinga.
2. DHF
atau DBD : 2 – 3 hari bisa terjadi mimisan, turniket test (Rumple Leede) positif,
perdarahan yang diikuti shock, laboratorium menunjukkan trombosit < 100.000/ML
dan serologis positif DHF ( specimen akut dan specimen penyembuhan).
3. Cacar air ( Varichella) : ditemukan
vesicula atau gelelmbong berisi cairan.
4. Alergi obat : kemerahan di tubuh setelah
minum obat atau di suntik, di sertai gatal-gatal.
5. Miliaria atau keringat buntet:
gatal-gatal, bintik kemerahan
2.4.9
Komplikasi
Penyakit Campak
Komplikasi
biasanya terjadi pada anak balita, terutama pada anak-anak dengan gizi kurang.
Komplikasi yang sering terjadi adalah bronchopneumonia, gastroentritis,
Pnemonia dan otitis media, sedangkan encephalitis jarang terjadi tetapi fatal.
Komplikasi ini biasanya muncul pada hari ke 5 – 10 sakit, penularan selesme
hingga 7 hari setelah timbul ruam ( FKUI, 1997 ).
Komplikasi
ini dapat dibedakan menjadi 2 bagian yakni :
1.
Akut
:
a. Febrile convulsion ( kejang-kejang karena
suhu yang tinggi )
b. Viral encephalitis
2.
Tidak
Akut
a.
Komplikasi
tidak langsung ( komplikasi dini ).
Chronic
malnutrition, kwarsiorkor, xeropthalmia dan tuberculosis
b.
Komplikasi
Langsung.
1) Bronchopnemonia, sering menyebabkan
kematian
2) Otitis Media
3) Diare
4) Malnutrisi
5) Kebutaan
6) Ulkus mukosa mulut
7) Encephalitis
2.4.10
Faktor
Resiko Kejadian Campak
Adapun
faktor resiko kejadian campak menurut
WHO,1994 (FKUI, 1997) adalah antara lain :
1.
Sanitasi
Lingkungan
Adalah
suatu upaya yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor
lingkungan fisik yang berpengaruh pada manusia, terutama hal-hal yang mempunyai
efek merusak perkembangn fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup dan merupakan
faktor penentu derajat kesehatan masyarakat
2.
Hygiene
Prorangan
Adalah
suatu upaya yang menitik beratkan pada kesehatan individu dilakukan untuk
menjaga kebesihan dan kesehatan individu yaitu kebersihan diri sendiri yang
merupakan faktor untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
3.
Status
Gizi
Suatu
keadaan dari akibat keseimbangan antara komsumsi dari penyebaran zat gizi dan
penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari
tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh.
Sedangkan
faktor resiko terjadinya mortalitas atau kematian akibat campak disebabkan
karena adanya komplikasi antara lain diare dan penanganan yang terlambat.
|
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 GAMBAR KERANGKA KONSEP
Kerangka konseptual hubungan imunisasi campak dengan
kejadian penyakit campak pada anak :
|
: Variabel
yang diteliti
: Variabel yang tidak
diteliti
:
Berhubungan
Sember : Modifikasi dari Setiadi (2007).
3.2 KERANGKA KONSEPTUAL
Kerangka
konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu tehadap
konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka
konsep pada penelitian ini merupakan hubungan antara variabel pemberian
imunisasi campak dengan variabel kejadian penyakit campak.
3.3 Definisi Operasional
Definisi
operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya
menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi operasional
ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti yang ingin
menggunakan variabel yang sama (Setiadi, 2007).
Variabel
bebas adalah variabel yang kedudukannya mempengaruhi kedudukan variabel lain,
sedangkan variabel tergantung adalah variabel yang kedudukannya dipengaruhi
oleh adanya variabel lain (Notoatmodjo, 2010).
Definisi
operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan
dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam
mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2007). Adapun definisi operasional dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Parameter
|
Alat Ukur
|
Skala Data
|
Skor
|
1
|
Pemberian Imunisasi
Campak
|
Tindakan pemberian kekebalan tubuh dengan memasukkan vaksin campak 0,5 cc
injeksi per sub kutan.
|
Dari buku status imunisasi dan buku KMS
Mendapat vaksinasi campak
Tidak mendapatkan vaksinasi campak
|
buku KMS
|
Nominal
|
Mendapatkan imunisasi
campak :
1.
Ya = 1
2.
Tdk = 0
|
2
|
Kejadian Penyakit
Campak
|
Semua yang mengalami gejala seperti campak di Desa Pengadangan Kecamatam
Pringgasela Kabupaten Lombok Timur
|
Ada gejala campak
Tidak ada gejala campak
|
Data kejadian campak
|
Nominal
|
1.
Ada gejala = 1
2.
Tidak ada gejala = 0
|
3.4 Hipotesis :
H0 : Tidak
ada hubungan pemberian imunisasi campak dengan kejadian
penyakit campak di wilayah kerja Puskesmas Pengadangan Kecamatan Pringgasela
Kabupaten Lombok Timur tahun 2011.
Ha
: Ada hubungan pemberian imunisasi campak
dengan kejadian penyakit campak di wilayah kerja Puskesmas Pengadangan
Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur tahun 2011.
|
METODE PENELITIAN
4.1
Desain
Penelitian
Desain penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian case control yaitu suatu penelitian analitik yang menyangkut
bagaimana variabel bebas/faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan
retrospektif. Dengan kata laian efek/variabel tergantungnya diidentifikasi saat
ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu
lalu (Setiadi, 2007).
Riwayat Imunisasi campak ( + )
Kasus Campak
Riwayat Imunisasi campak ( - )
Gambar
4.1 Rancangan desain penelitian
4.2
Lokasi
dan waktu Penelitian
4.2.1
Lokasi Penelitian :
Penelitian dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok TimurProvinsi Nusa
Tenggara Barat.
4.2.2
Waktu Penelitian :
Penelitian dilakukan pada bulan Juni - Juli 2012.
4.3
Populasi
dan Sampel Penelitian
4.3.1
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian
atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
penderita campak di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok
Timur pada tahun 2011 sebanyak 35 anak penderita campak.
4.3.2
Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).
Sampel yang diambil adalah total populasi
penderita campak sebanyak 35 anak penderita campak
4.4
Prosedur
Pengambilan Data
Dalam pengambilan data, langkah-langkah yang diambil
adalah :
4.4.1
Tahap persiapan
4.
Meminta izin pengambilan data dan penelitian
dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Mataram.
5.
Meminta surat izin pengambilan data dan
penelitian pada BAPEDA Kabupaten Lombok Timur.
6.
Meminta data penderita campak di Puskesmas
Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur tahun 2011.
4.4.2
Tahap pelaksanaan
2.
Melihat dan menganalisa format C.1 atau buku
KMS.
3.
Melakukan rekapitulasi data yang ditemukan pada
format C.1 atau pada buku KMS.
4.5
Pengumpulan
Data
Setelah mendapat izin pengambilan data dari Dekan Fakultas
Ilmu Kesehatan UNW Mataram dan Kepala BAPEDA Kabupaten Lombok Timur maka
peneliti melakukan pendekatan kepada seluruh responden untuk mengambil data.
Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner untuk variabel pemberian
imunisasi campak, kemudian untuk variabel efek dapat dilihat dari data kejadian
penyakit campak tahun 2011 di Puskesmas Pengadangan Kecamatan Pringgasela
Kabupaten Lombok Timr.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat
yang digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010). Dalam penlelitian
ini instrumen yang digunakan adalah format C.1 atau melihat langsung pada buku
KMS untuk mengukur variabel pemberian imunasi campak, sedangkan untuk variabel
efek yaitu kejadian penyakit campak dilihat dari data kejadian penyakit campak
tahun 2011 di Puskesmas Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok
Timr.
4.7 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini akan
dilaksanakan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1.
Editing/memeriksa
Editing
adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul
data (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah
dengan meninjau pada format C.1 atau pada buku KMS, oleh karena itu editing dilakukan dengan cara meninjau
ulang dengan teliti format C.1 atau buku KMS sehingga data yang didapatkan
benar-benar valid.
Editing dilakukan di tempat pengumpulan
data sehingga bila terdapat kekurangan dapat segera dilengkapi.
2.
Memberi tanda kode/koding.
Koding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban
dari para responden ke dalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan
cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban (Setiadi,
2007). Kode yang diberikan jika anak mendapat imunisasi campak (Ya) adalah 2 dan
kode untuk jawaban yang diberikan jika anak tidak mendapat imunisasi campak
(Tidak) adalah 1.
3.
Pemasukan data/entry data
Memasukkan data, boleh dengan cara manual atau
melalui pengolahan komputer (Setiadi, 2007). Pada penelitian ini,
jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan dalam tabel
dengan cara menghitung frekuensi data dari masing-masing variabel.
4.8 Analisa Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
analisis bivariat. Menurut Notoatmodjo (2010), analisis bivariat dilakukan
terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi.
Dalam
penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah uji statistik Chi Square dengan df (degree of freedom) = 1, berdasarkan uji
statistik tersebut dapat diputuskan Ho diterima bila nilai X2h < α = 5%,
sebaliknya Ha diterima bila nilai X2h > α = 5%. Menurut Santjaka (2011),
untuk menentukan kekuatan korelasi antara kedua variabel maka hasil hitung uji Chi Square dilanjutkan dengan uji
Koefisien Asosiasi (uji phi/Æ).
Penafsiran kekuatan korelasinya pada range
nilai 0 s/d 1, dengan kriteria sebagai berikut :
1.
Koefisien asosiasinya 0 berarti tidak
ada hubungan sama sekali.
2.
Koefisien asosiasinya < 0,5 kategori
hubungan lemah.
3.
Koefisien asosiasinya > 0,5 kategori
hubungan kuat.
4.
Koefisien asosiasinya H·0,5 kategori hubungan moderat (0,46 –
0,55).
5.
Koefisien asosiasinya 1 kategori
hubungan sempurna.
4.9
Etika
Penelitian
Menurut Setiadi (2007), dalam
melakukan penelitian, peneliti harus memperhatikan masalah etika yang meliputi
:
4.9.1
Informed consent
(lembar persetujuan)
Lembar persetujuan ini diberikan dan
dijelaskan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi criteria inklusi
dan disertai judul penelitian serta manfaat penelitian dengan tujuan responden
dapat mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila subyek menolak maka peneliti
tidak memaksa, tetap menghormati hak-hak subyek.
4.9.2 Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek,
peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data yang
diisi subyek, tetapi lembar tersebt hanya diberikan kode tertentu.
4.9.2
Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasian
informasi yang diberikan responden dijamin peneliti, hanya kelompok tertentu
yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
4.10Jadwal Kegiatan Penelitian
Dalam bagian ini
diuraikan langkah-langkah kegiatan dari mulai menyusun proposal penelitian
sampai dengan penulisan laporan, beserta waktu berjalannya atau berlangsungnya
tiap kegiatan tersebut (Setiadi, 2007).
Penelitian
ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pengadangan Kecamatan Pringgasela
Kabupaten Lombok Timur. Adapun lamanya penelitian yang akan dilakukan peneliti
selama tujuh bulan terhitung mulai bulan Februari sampai dengan Agustus 2012,
dengan rincian sebagai berikut :
1.
Persiapan proposal dan studi pustaka pada
bulan Februari 2012 minggu ke I s/d IV sampai dengan bulan April 2012 minggu ke
I s/d III.
2.
Melaksanakan seminar proposal pada bulan
Mei 2012 minggu ke III.
3.
Melaksanakan observasi dan penelitian
pada bulan Juni minggu ke I s/d IV – Juli 2012 minggu ke I s/d II.
4.
Melaksanakan pengolahan data pada bulan Juli
2012 minggu III s/d IV.
5.
Penulisan dan penyusunan KTI pada bulan Agustus
2012 minggu ke I s/d ke II.
6.
Melaksanakan ujian hasil penulisan (KTI)
pada bulan Agustus 2012 minggu ke III.