Sabtu, 05 Januari 2013

KTI Kecemasan BAB 7



BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1    Kesimpulan
          Dari hasil penelitian yang telah dilakukan selama 6 minggu dari tanggal 1 Juni s/d 15 Juli 2012 di RSU Provinsi NTB dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a.       Dari 13 responden, tidak ada responden penelitian yang memiliki tingkat dukungan keluarga kurang dan cukup, terdapat 10 responden memiliki dukungan keluarga tingkat baik atau sekitar 76,92% dan responden yang memiliki dukungan keluarga sangat baik sebanyak 3 orang atau sekitar 23,07%.
b.      Dari 13 responden, terdapat responden yang mengalami cemas tingkat ringan sebanyak 6 orang (46,15%), cemas sedang sebanyak 5 orang (38,46%), cemas berat sebanyak 2 orang (15,38%), dan tidak ada responden yang mengalami panik serta tidak ada responden yang tidak mengalami cemas pre operasi apendisitis.    
c.       Ada hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012.


7.2    Saran
a.       Bagi pasien pre operasi apendisitis
Bagi pasien yang mengalami kecemasan pre operasi apendisitis diharapkan berusaha mengungkapkan, mediskusikan, dan berbagi kepada keluarga tentang kecemasan yang dialaminya agar tercipta suasana emosional dan dukungan dari keluarga sehingga kecemasan yang dialami akan berkurang.
b.      Bagi keluarga pasien pre operasi apendisitis
Keluarga diharapkan memberikan dukungan sosial semaksimal mungkin kepada pasien berupa dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penilaian (appraisal), dan dukungan emosional.
c.       Bagi tenaga perawat
Diharapkan memberikan dorongan untuk pengungkapan, harus mendengarkan dan harus memahami serta memberikan informasi yang membantu menyingkirkan rasa cemas pada pasien pre operasi apendisitis.
d.      Bagi RSU Provinsi NTB
Diharapkan meningkatkan mutu pelayanan di ruang rawat inap bedah dengan cara melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan pada pasien yang akan menjalani operasi apendisitis.



e.       Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis secara mendetail dan menggunakan sampel yang lebih banyak.
f.       Bagi institusi pendidikan
Diharapkan untuk membekali mahasiswa dengan wawasan ilmu kesehatan yang luas dan memberikan pemahaman mendalam kepada mahasiswa dalam penyusunan karya tulis ilmiah.




KTI Kecemasan BAB 6



BAB VI
PEMBAHASAN

6.1    Dukungan Keluarga
          Dukungan sosial keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996) dalam Setiadi (2008).
          Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama 6 minggu dari tanggal 1 Juni s/d 15 Juli pada 13 responden, dapat diidentifikasi bahwa tidak ada reponden penelitian yang memiliki tingkat dukungan keluarga kurang dan cukup, terdapat 10 responden memiliki dukungan keluarga tingkat baik atau sekitar 76,92% dan responden yang memiliki dukungan keluarga sangat baik sebanyak 3 orang atau sekitar 23,07%.
          Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan (Setiadi, 2008).
          Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung, atau dukungan dari anak (Friedman, 1998) dalam Setiadi (2008).
          Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).

6.2    Tingkat Kecemasan
          Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006).
          Kecemasan merupakan respons emosional terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Dalami dkk, 2009).
          Dari 13 responden penelitian didapatkan hasil bahwa responden yang mengalami cemas tingkat ringan sebanyak 6 orang (46,15%), cemas sedang sebanyak 5 orang (38,46%), cemas berat sebanyak 2 orang (15,38%), dan tidak ada responden yang mengalami panik serta tidak ada responden yang tidak mengalami cemas pre operasi apendisitis.          
          Segala bentuk prosedur pembedahan selalu didahului dengan suatu reaksi emosional tertentu oleh pasien, apakah reaksi itu jelas atau tersembunyi, normal atau abnormal. Sebagai contoh, kecemasan pre operatif kemungkinan merupakan suatu respon antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh, atau bahkan kehidupannya itu sendiri. Sudah diketahui bahwa pikiran yang bermasalah secara langsung mempengaruhi fungsi tubuh. Karenanya, penting artinya untuk mengidentifikasi kecemasan yang dialami oleh pasien (Smeltzer dan Bare, 2001).

6.3    Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan
          Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan mengidentifikasi dukungan keluarga dan tingkat kecemasan yang dialami pasien pre operasi apendisitis sebanyak 13 responden, didapatkan jumlah dan persentase responden dengan dukungan keluarga kategori baik sebanyak 10 orang (76,90%) dimana responden yang mengalami cemas ringan sebanyak 4 orang (30,76%), cemas sedang sebanyak 4 orang (30,76%), dan cemas berat sebanyak 2 orang (15,38%). Sedangkan jumlah dan persentase untuk responden dengan dukungan keluarga kategori sangat baik sebanyak 3 orang (23,07%) dimana responden yang mengalami cemas ringan sebanyak 2 orang (15,38%) dan yang mengalam cemas berat sebanyak 1 orang (7,69%). Tidak ada responden penelitian yang memiliki dukungan keluarga kategori kurang dan cukup, serta tidak ada responden penelitian yang mengalami panik dan tidak mengalami cemas.
          Dukungan keluarga yang  positif  berhubungan dengan kurangnya kecemasan (Garmenzy dan Rutter, 2003). Pendapat ini didukung oleh Conel (2005) yang menyatakan bahwa kecemasan akan rendah apabila individu memiliki dukungan sosial yang baik, dukungan sosial tersebut diperoleh dari keluarga, teman dan atasan. Hal ini berhubungan dengan fungsi keluarga dalam memberikan dukungan sosial kepada anggota keluarga yang dikemukakan oleh Setiadi (2008) bahwa fungsi psikologis keluarga antara lain :
a.    Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
b.    Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
c.    Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
d.   Memberikan identitas keluarga.
          Berdasarkan distribusi silang dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis, terdapat 10 responden yang memiliki dukungan keluarga kategori  baik namun 2 diantaranya mengalami kecemasan tingkat berat begitupun responden yang memiliki dukungan keluarga kategori sangat baik sebanyak 3 responden dimana 1 diantaranya mengalami cemas berat. Hal ini dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah keadaan pribadi individunya, pengalaman yang tidak menyenangkan, konflik serta lingkungan dan kehilangan orang dekat (Cendrawati 2004). Smet (1994) dalam Setiadi (2008) menjelaskan bahwa faktor pribadi tergolong di dalamnya adalah kondisi yang ada dalam diri individu, diantaranya tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin juga mempengaruhi reaksi seseorang terhadap tekanan. Stuart (2006) menjelaskan bahwa stressor pencetus yang juga dapat menyebabkan kecemasan yaitu adanya ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
          Selain itu menurut Saharon, et.all (2000), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien pre operasi antara lain :
a.    Nyeri dan ketidaknyamanan (pain and discomfort)
Suatu yang umum dan biasa terjadi pada pasien pre operasi akibat pembedahan. Perawat bertugas memberikan informasi dan meyakinkan kepada pasien bahwa pembedahan tidak akan dilakukan tanpa diberikan anastesi terlebih dahulu. Pada pembedahan akan timbul reaksi nyeri pada daerah luka dan pasien merasa takut untuk melakukan gerakan tubuh atau latihan ringan akibat nyeri pada daerah perlukaan. Faktor tersebut akan menimbulkan cemas pada pasien pre operasi.


b.      Ketidaktahuan (unknow)
Cemas pada hal-hal yang belum diketahui sebelumnya adalah suatu hal yang umum terjadi. Ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang pembedahan.
c.       Kerusakan atau kecacatan (mutilation)
Cemas akan terjadi kerusakan atau perubahan bentuk tubuh merupakan salah satu faktor bukan hanya ketika dilakukan amputasi tetapi juga pada operasi-operasi kecil. Hal ini sangat dirasakan oleh pasien sebagai suatu yang sangat mengganggu body image.
d.      Kematian (death)
Cemas akan kematian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : ketika pasien mengetahui bahwa operasi yang akan dilakukan akan mempunyai resiko yang cukup besar pada tubuh sehingga akan menyebabkan kematian.
e.       Anestesi (anesthesia)
Pasien akan mempersepsikan bahwa setelah dibius pasien tidak akan sadar, tidur terlalu lama dan tidak akan bangun kembali. Pasien mengkhawatirkan efek samping dari pembiusan seperti kerusakan pada otak, paralisis, atau kehilangan control ketika dalam keadaan tidak sadar.
          Penelitian yang dilakukan oleh Ruspita Jenita Nadeak (2010) dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruang RB2 RSUP HAM Sumatera Utara” memperoleh hasil bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi dari 62 responden penelitian yang dianalisa menggunakan uji Spearman Rank dengan dukungan keluarga terbesar adalah kategori baik 53,2% dan paling sedikit adalah kategori kurang 17,7%. Untuk tingkat kecemasan kategori tertinggi adalah kecemasan ringan 46,8% dan yang paling sedikit adalah kategori berat 24,2%.          
          Dari hasil uji statistik Rank Spearman (rs), didapatkan hasil hitung rs = 0,506 lebih besar dari  rt  (n = 13) pada taraf α = 0,05 yaitu 0,475 yang berarti bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012.



KTI Kecemasan BAB 5



BAB V
HASIL PENELITIAN

            Berdasarkan penelitian yang telah peneliti laksanakan selama 6 minggu terhitung dari tanggal 1 Juni s/d 15 Juli 2012, maka dalam BAB ini akan disampaikan hasil penelitian yang didahului oleh gambaran umum lokasi penelitian dan karakteristik responden penelitian.
5.1.  Gambaran Lokasi Penelitian
5.1.1.      Batas Wilayah RSU Provinsi NTB
a.       Batas Utara          : Jalan Pariwisata
b.      Batas Selatan        : Jalan Pejanggik
c.       Batas Timur          : Jalan Harimau
d.      Batas Barat           : Jalan Kemerdekaan
5.1.2.      Informasi Rumah Sakit Umum Provinsi NTB
a.    Nomor kode RSUP                    : 52 71 010
b.    Alamat                                        :  Jalan Pejanggik no. 6 Mataram Tlp. (0370) 623876, 635632, Fax. (0370) 621345.
c.    Status kepemilikan                      :  Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
d.   Tipe rumah sakit                         :  B (Pendidikan), Kep. Menkes. RI. NO. 13/MENKES/SK/I/2005.
e.    Jumlah tempat tidur                    : 292 Tempat tidur
f.     Jumlah sumber daya manusia     :  870 (PNS: 862 orang, PTT/ honor daerah: 8 orang)
(Sumber : Sub Kepegawaian RSUP NTB, 2011).
5.1.3.      Sejarah RSU Provinsi NTB
Bangunan gedung yang digunakan sebagai rumah sakit berasal dari perubahan gedung peninggalan Belanda yang didirikan sekitar tahun 1915, terletak di tengah Kota Mataram di atas tanah seluas 1,25 hektar yang awalnya merupakan gedung sekolah dasar (HIS). Pada zaman Jepang digunakan sebagai tempat pendidikan sekolah menengah Tji Gako dan sekolah guru (KYO IN dan SI HANG GAKO). Setelah Indonesia Merdeka tidak lagi sebagai tempat pendidikan tetapi sebagai tempat Palang Merah Indonesia kemudian menjadi rumah sakit dengan nama Rumah Sakit Beatrix. Antara tahun 1947-1948 baru berganti nama menjadi Rumah Sakit Umum Mataram dan menjadi bagian dari Dinas Kesehatan Rakyat Daerah Lombok. Pada masa itu bangunan gedung ditambah lagi sesuai dengan kebutuhan. Pada tahun 1959 Daerah Nusa Tenggara Barat dibagi menjadi Kabupaten (Daerah Swatantra Tingkat II). Rumah sakit menjadi milik Daerah Lombok Barat.
Surat keputusan Gubernur kepala daerah tingkat I Nusa Tenggara Barat No. 448/Pem.47/5/151 tanggal 5 November 1969 mengubah status rumah sakit umum Mataram yang dikelola pemerintah kabupaten daerah provinsi Nusa Tenggara Barat. Hal ini berjalan sampai sekarang namun lebih dikenal dengan nama “Rumah Sakit Umum Provinsi NTB”.
Tahun 2005 RSU Mataram berubah tipe dari tipe B menjadi tipe B Pendidikan sesuai SK Menkes no. 13/Menkes/SK/I/2005 berdasarkan peraturan Gubernur no. 18/2006 RSU Mataram menjadi RSUD Mataram.
Ditahun 2007 telah dimulai peletakan batu pertama pembanganan relokasi RSUP NTB secara bertahap di Kelurahan Dasan cermen Kota Mataram dengan luas area 122.416 m2, dengan kapasitas menjadi 500 tempat tidur. Total tempat tidur nantinya akan menjadi 786 tempat tidur. Pada saat yang sama dicanangkan oleh Gubernur bahwa RSUP NTB yang lama akan menjadi Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak dibawah kesatuan RSUP NTB.
Pada Tahun Anggaran 2011 RSUP NTB menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
5.1.4.      Maket Pengembangan RSUP-NTB (Relokasi), 2007-2011.
a.       Gedung H1 (Main Hall) Lantai 2
Gedung ini dibangun pada tahun 2007 dan 2008 terdiri dari 2 lantai sumber dan dari APBD, realisasi fisik 100%.

b.      Gedung F lantai 2 (instalasi Rawat Jalan)
Gedung ini mulai dibangun pada tahun 2007, 2008, dan 2011 terdiri dari 2 lantai sumber dana dari APBN,- realisasi fisik 100%
c.       Gedung H2 Lantai 4 (Diagnostic Center)
Gedung ini mulai dibangun pada tahun 2008 s/d 2011 terdiri dari 4 lantai sumber dana APBD – dan bantuan PT. Newmont Nusa Tenggara – realisasi fisik 100%.
d.      Gedung Instalasi Gawat Darurat
Gedung ini dibangun pada tahun 2007 dan 2011 terdiri dari 2 lantai sumber dana dari APBN – realisasi fisik 100%
e.       Gedung K Instalasi Rawat Inap Lantai 3 (Kelas II dan III)
Gedung ini dibangun pada tahun 2011 sumber dana dari APBD,- terdiri dari 3 lantai realisasi fisik 100% diperuntukkan bagi pasien rawat inap kelas II dan III.
5.1.5.      Visi Misi RSUP NTB
a.         Visi : Menjadi Rumah Sakit Rujukan yang unggul dalam pelayanan Pendidikan dan Penelitian di Indonesia Timur Tahun 2013.
b.        Misi   :
1)      Memberikan pelayanan kesehatan yang unggul dan berkualitas secara profesional, selaras dengan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan.
2)      Mengembangkan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dalam program pembangunan kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Sistem Kesehatan Nasional.
3)      Menyiapkan sumber daya yang unggul untuk menunjang pelaksanaan pelayanan pendidikan, pelatihan dan penelitian kesehatan.
4)      Mengembangkan sistem menejemen dan admisistrasi rumah sakit untuk menunjang pelayanan.
5.1.6.      Direksi RSUP NTB
a.       Direktur                                                     : dr. H. Mawardi Hamry,
                                                                    MPPM.
b.      Wakil direktur umum dan keuangan         : dr. Elih Sukaryatin
c.       Wakil direktur bidang pelayanan medik   : dr. H. L. Ahmadi Jaya,
                                                                    Sp.PD.
5.1.7.      Instalasi-Instalasi yang ada di RSUP NTB
a.       Instalasi Sistem Informasi Manajemen RS
b.      Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu
c.       Instalasi Pemeliharaan Sarana RS
d.      Instalasi rekam Medik
e.       Instalasi Kesehatan Lingkungan
f.       Instalasi Bedah Sentral
g.      Instalasi Rawat Darurat
h.      Instalasi Rawat Intensif
i.        Instalasi Rawat Inap
j.        Instalasi Rawat Jalan
k.      Instalasi Anastesi dan Reanimasi
l.        Instalasi Keterapian Fisik dan Rehabilitasi Medik
m.    Instalasi Gizi
n.      Instalasi Farmasi
o.      Instalasi Forensik dan pemulasaran Jenazah
p.      Instalasi Pelayanan Darah
q.      Instalasi Radiologi
r.        Instalasi Laboratorium klinik
s.       Instalasi Litbangkes
t.        Instalasi Patologi Klinik

5.2.  Hasil Penelitian
5.2.1      Karakteristik responden
Responden dalam penelitian ini adalah semua pasien pre operasi apendisitis yang diambil dengan teknik accidental sampling selama penelitian ini dilakukan di RSU Provinsi NTB tahun 2012 dalam waktu 6 minggu yang terbagi dalam 3 bangsal tempat penelitian yakni bangsal Seruni, Kenanga, dan Flamboyan dengan jumlah sampel sebanyak 13 sampel.
Dari hasil pengumpulan data diperoleh gambaran umum sebagai berikut :
a.       Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 5.1  Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012 (n=13).

No
Jenis  Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
1
Laki-laki
8
61,53
2
Perempuan
5
38,46
Jumlah
13
100
 (Sumber : Data primer)
Tabel di atas menunjukkan bahwa 61,53% responden penelitian berjenis kelamin laki-laki atau sebanyak 8 orang, jumlah responden penelitian berjenis kelamin perempuan sebanyak 5 orang atau sekitar 38,46 %.
b.      Distribusi responden berdasarkan jenjang pendidikan.
Tabel 5.2  Distribusi responden berdasarkan jenjang pendidikan pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012 (n=13).

No
Jenjang pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Sekolah Dasar (SD)
2
15,38
2
SMP
3
23,07
3
SMA
4
30,76
4
Perguruan Tinggi
4
30,76
Jumlah
13
100
 (Sumber : Data primer)
Dari tabel di atas dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan jenjang pendidikan SD sebanyak 2 orang (15,38%), jenjang pendidikan SMP sebanyak 3 orang (23,07%), jenjang pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi masing-masing sebanyak 4 orang (30,76%).
c.       Distribusi responden berdasarkan tingkat dukungan keluarga.
Tabel 5.3  Distribusi responden berdasarkan tingkat dukungan keluarga pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012 (n=13).

No
Tingkat Dukungan Klg
Frekuensi
Persentase (%)
1
Kurang
0
-
2
Cukup
0
-
3
Baik
10
76,92
4
Sangat baik
3
23,07
Jumlah
13
100
 (Sumber : Data sekunder)
Dari tabel di atas dapat diidentifikasi bahwa tidak ada reponden penelitian yang memiliki tingkat dukungan keluarga kurang dan cukup, sebanyak 10 responden memiliki dukungan keluarga tingkat baik atau sekitar 76,92% dan responden yang memiliki dukungan keluarga sangat baik sebanyak 3 orang atau sekitar 23,07%.
d.      Distribusi responden berdasarkan tingkat kecemasan.
Tabel 5.4  Distribusi responden berdasarkan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012 (n=13).

No
Tingkat Kecemasan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Tidak Cemas
0
-
2
Cemas ringan
6
46,15
3
Cemas sedang
5
38,46
4
Cemas berat
2
15,38
5
Panik
0
-
Jumlah
13
100
 (Sumber : Data sekunder)
Dari tabel di atas dapat diidentifikasi tingkat kecemasan yang dialami oleh 13 responden penelitian dengan tingkat cemas ringan sebanyak 6 orang (46,15%), cemas sedang sebanyak 5 orang (38,46%), cemas berat sebanyak 2 orang (15,38%), dan tidak ada responden yang mengalami panik serta tidak ada responden yang tidak mengalami cemas pre operasi apendisitis.
e.       Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat terlihat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012 pada cross tabel  berikut ini :
Tabel 5.5  Distribusi silang dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012

Dukungan Keluarga
Tingkat Kecemasan
Total
Tidak
Cemas
Cemas
Ringan
Cemas
Sedang
Cemas
Berat
Panik
N
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Kurang
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Cukup
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Baik
-
-
4
30,76
4
30,76
2
15,38
-
-
10
76,90
Sangat Baik
-
-
2
15,38
1
7,69
-
-
-
-
3
23,07
Jumlah
-
-
6
46,14
5
38,45
2
15,38
-
-
13
100














 (Sumber : Data sekunder)
Berdasarkan tabel di atas, jumlah dan persentase responden dengan dukungan keluarga kategori baik sebanyak 10 orang (76,90%) dimana responden yang mengalami cemas ringan sebanyak 4 orang (30,76%), cemas sedang sebanyak 4 orang (30,76%), dan cemas berat sebanyak 2 orang (15,38%). Sedangkan jumlah dan persentase untuk responden dengan dukungan keluarga kategori sangat baik sebanyak 3 orang (23,07%) dimana responden yang mengalami cemas ringan sebanyak 2 orang (15,38%) dan yang mengalam cemas berat sebanyak 1 orang (7,69%). Tidak ada responden penelitian yang memiliki dukungan keluarga kategori kurang dan cukup, serta tidak ada responden penelitian yang mengalami panik dan tidak mengalami cemas.
Dari hasil uji statistik Rank Spearman (rs), didapatkan hasil hitung rs = 0,506 lebih besar dari  rt  (n = 13) pada taraf α = 0,05 yaitu 0,475 yang berarti bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012.