BAB
VI
PEMBAHASAN
6.1
Dukungan
Keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah suatu
keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat
dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang
memperhatikan, menghargai, dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996) dalam
Setiadi (2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan selama 6 minggu dari tanggal 1 Juni s/d 15 Juli pada 13
responden, dapat diidentifikasi bahwa tidak ada reponden penelitian yang
memiliki tingkat dukungan keluarga kurang dan cukup, terdapat 10 responden
memiliki dukungan keluarga tingkat baik atau sekitar 76,92% dan responden yang
memiliki dukungan keluarga sangat baik sebanyak 3 orang atau sekitar 23,07%.
Dalam semua tahap, dukungan sosial
keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan
akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan
(Setiadi, 2008).
Studi-studi tentang dukungan keluarga
telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik
dukungan-dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat
bermanfaat. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan,
tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat
ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain
dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung, atau dukungan dari anak
(Friedman, 1998) dalam Setiadi (2008).
Efek dari dukungan sosial terhadap
kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik,
keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya
mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan
kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga
adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan
stress (Setiadi, 2008).
6.2 Tingkat Kecemasan
Kecemasan adalah
kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan
tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang
spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal (Stuart, 2006).
Kecemasan merupakan respons emosional
terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar
dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Dalami dkk, 2009).
Dari 13 responden penelitian
didapatkan hasil bahwa responden yang mengalami cemas tingkat ringan sebanyak 6
orang (46,15%), cemas sedang sebanyak 5 orang (38,46%), cemas berat sebanyak 2
orang (15,38%), dan tidak ada responden yang mengalami panik serta tidak ada
responden yang tidak mengalami cemas pre operasi apendisitis.
Segala bentuk prosedur pembedahan selalu
didahului dengan suatu reaksi emosional tertentu oleh pasien, apakah reaksi itu
jelas atau tersembunyi, normal atau abnormal. Sebagai contoh, kecemasan pre
operatif kemungkinan merupakan suatu respon antisipasi terhadap suatu
pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya
dalam hidup, integritas tubuh, atau bahkan kehidupannya itu sendiri. Sudah
diketahui bahwa pikiran yang bermasalah secara langsung mempengaruhi fungsi
tubuh. Karenanya, penting artinya untuk mengidentifikasi kecemasan yang dialami
oleh pasien (Smeltzer dan Bare, 2001).
6.3 Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Tingkat Kecemasan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dengan mengidentifikasi dukungan keluarga dan tingkat kecemasan yang
dialami pasien pre operasi apendisitis sebanyak 13 responden, didapatkan jumlah
dan persentase responden dengan dukungan keluarga kategori baik sebanyak 10
orang (76,90%) dimana responden yang mengalami cemas ringan sebanyak 4 orang
(30,76%), cemas sedang sebanyak 4 orang (30,76%), dan cemas berat sebanyak 2
orang (15,38%). Sedangkan jumlah dan persentase untuk responden dengan dukungan
keluarga kategori sangat baik sebanyak 3 orang (23,07%) dimana responden yang
mengalami cemas ringan sebanyak 2 orang (15,38%) dan yang mengalam cemas berat
sebanyak 1 orang (7,69%). Tidak ada responden penelitian yang memiliki dukungan
keluarga kategori kurang dan cukup, serta tidak ada responden penelitian yang
mengalami panik dan tidak mengalami cemas.
Dukungan keluarga
yang positif berhubungan dengan kurangnya kecemasan
(Garmenzy dan Rutter, 2003). Pendapat ini didukung oleh Conel (2005) yang menyatakan
bahwa kecemasan akan rendah apabila individu memiliki dukungan sosial yang
baik, dukungan sosial tersebut diperoleh dari keluarga, teman dan atasan. Hal
ini berhubungan dengan fungsi keluarga dalam memberikan dukungan sosial kepada
anggota keluarga yang dikemukakan oleh Setiadi (2008) bahwa fungsi psikologis
keluarga antara lain :
a.
Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
b.
Memberikan perhatian diantara anggota
keluarga.
c.
Membina pendewasaan kepribadian anggota
keluarga.
d.
Memberikan identitas keluarga.
Berdasarkan distribusi silang dukungan
keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis, terdapat
10 responden yang memiliki dukungan keluarga kategori baik namun 2 diantaranya mengalami kecemasan
tingkat berat begitupun responden yang memiliki dukungan keluarga kategori
sangat baik sebanyak 3 responden dimana 1 diantaranya mengalami cemas berat.
Hal ini dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah keadaan
pribadi individunya, pengalaman yang tidak menyenangkan, konflik serta
lingkungan dan kehilangan orang dekat (Cendrawati 2004). Smet (1994) dalam
Setiadi (2008) menjelaskan bahwa faktor pribadi tergolong di dalamnya adalah
kondisi yang ada dalam diri individu, diantaranya tingkat pendidikan, usia dan
jenis kelamin juga mempengaruhi reaksi seseorang terhadap tekanan. Stuart
(2006) menjelaskan bahwa stressor pencetus yang juga dapat menyebabkan
kecemasan yaitu adanya ancaman terhadap integritas seseorang
meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas
untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
Selain itu menurut
Saharon, et.all (2000), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan pada
pasien pre operasi antara lain :
a. Nyeri
dan ketidaknyamanan (pain and discomfort)
Suatu yang umum dan biasa terjadi
pada pasien pre operasi akibat pembedahan. Perawat bertugas memberikan
informasi dan meyakinkan kepada pasien bahwa pembedahan tidak akan dilakukan
tanpa diberikan anastesi terlebih dahulu. Pada pembedahan akan timbul reaksi
nyeri pada daerah luka dan pasien merasa takut untuk melakukan gerakan tubuh
atau latihan ringan akibat nyeri pada daerah perlukaan. Faktor tersebut akan
menimbulkan cemas pada pasien pre operasi.
b. Ketidaktahuan
(unknow)
Cemas pada hal-hal yang belum
diketahui sebelumnya adalah suatu hal yang umum terjadi. Ini disebabkan karena
kurangnya informasi tentang pembedahan.
c. Kerusakan
atau kecacatan (mutilation)
Cemas akan terjadi kerusakan atau
perubahan bentuk tubuh merupakan salah satu faktor bukan hanya ketika dilakukan
amputasi tetapi juga pada operasi-operasi kecil. Hal ini sangat dirasakan oleh
pasien sebagai suatu yang sangat mengganggu body
image.
d. Kematian
(death)
Cemas akan kematian disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu : ketika pasien mengetahui bahwa operasi yang akan
dilakukan akan mempunyai resiko yang cukup besar pada tubuh sehingga akan
menyebabkan kematian.
e. Anestesi
(anesthesia)
Pasien akan mempersepsikan bahwa
setelah dibius pasien tidak akan sadar, tidur terlalu lama dan tidak akan
bangun kembali. Pasien mengkhawatirkan efek samping dari pembiusan seperti
kerusakan pada otak, paralisis, atau kehilangan control ketika dalam keadaan
tidak sadar.
Penelitian yang dilakukan oleh Ruspita
Jenita Nadeak (2010) dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruang RB2 RSUP HAM Sumatera Utara” memperoleh
hasil bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi dari 62 responden penelitian yang dianalisa menggunakan uji Spearman Rank dengan dukungan keluarga
terbesar adalah kategori baik 53,2% dan paling sedikit adalah kategori kurang
17,7%. Untuk tingkat kecemasan kategori tertinggi adalah kecemasan ringan 46,8%
dan yang paling sedikit adalah kategori berat 24,2%.
Dari hasil uji statistik Rank Spearman (rs), didapatkan hasil hitung rs = 0,506 lebih besar dari rt (n = 13) pada taraf α = 0,05 yaitu
0,475 yang berarti bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan keluarga
dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi
NTB tahun 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar