Sabtu, 05 Januari 2013

KTI Kecemasan BAB 6



BAB VI
PEMBAHASAN

6.1    Dukungan Keluarga
          Dukungan sosial keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996) dalam Setiadi (2008).
          Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama 6 minggu dari tanggal 1 Juni s/d 15 Juli pada 13 responden, dapat diidentifikasi bahwa tidak ada reponden penelitian yang memiliki tingkat dukungan keluarga kurang dan cukup, terdapat 10 responden memiliki dukungan keluarga tingkat baik atau sekitar 76,92% dan responden yang memiliki dukungan keluarga sangat baik sebanyak 3 orang atau sekitar 23,07%.
          Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan (Setiadi, 2008).
          Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung, atau dukungan dari anak (Friedman, 1998) dalam Setiadi (2008).
          Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).

6.2    Tingkat Kecemasan
          Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006).
          Kecemasan merupakan respons emosional terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Dalami dkk, 2009).
          Dari 13 responden penelitian didapatkan hasil bahwa responden yang mengalami cemas tingkat ringan sebanyak 6 orang (46,15%), cemas sedang sebanyak 5 orang (38,46%), cemas berat sebanyak 2 orang (15,38%), dan tidak ada responden yang mengalami panik serta tidak ada responden yang tidak mengalami cemas pre operasi apendisitis.          
          Segala bentuk prosedur pembedahan selalu didahului dengan suatu reaksi emosional tertentu oleh pasien, apakah reaksi itu jelas atau tersembunyi, normal atau abnormal. Sebagai contoh, kecemasan pre operatif kemungkinan merupakan suatu respon antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh, atau bahkan kehidupannya itu sendiri. Sudah diketahui bahwa pikiran yang bermasalah secara langsung mempengaruhi fungsi tubuh. Karenanya, penting artinya untuk mengidentifikasi kecemasan yang dialami oleh pasien (Smeltzer dan Bare, 2001).

6.3    Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan
          Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan mengidentifikasi dukungan keluarga dan tingkat kecemasan yang dialami pasien pre operasi apendisitis sebanyak 13 responden, didapatkan jumlah dan persentase responden dengan dukungan keluarga kategori baik sebanyak 10 orang (76,90%) dimana responden yang mengalami cemas ringan sebanyak 4 orang (30,76%), cemas sedang sebanyak 4 orang (30,76%), dan cemas berat sebanyak 2 orang (15,38%). Sedangkan jumlah dan persentase untuk responden dengan dukungan keluarga kategori sangat baik sebanyak 3 orang (23,07%) dimana responden yang mengalami cemas ringan sebanyak 2 orang (15,38%) dan yang mengalam cemas berat sebanyak 1 orang (7,69%). Tidak ada responden penelitian yang memiliki dukungan keluarga kategori kurang dan cukup, serta tidak ada responden penelitian yang mengalami panik dan tidak mengalami cemas.
          Dukungan keluarga yang  positif  berhubungan dengan kurangnya kecemasan (Garmenzy dan Rutter, 2003). Pendapat ini didukung oleh Conel (2005) yang menyatakan bahwa kecemasan akan rendah apabila individu memiliki dukungan sosial yang baik, dukungan sosial tersebut diperoleh dari keluarga, teman dan atasan. Hal ini berhubungan dengan fungsi keluarga dalam memberikan dukungan sosial kepada anggota keluarga yang dikemukakan oleh Setiadi (2008) bahwa fungsi psikologis keluarga antara lain :
a.    Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
b.    Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
c.    Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
d.   Memberikan identitas keluarga.
          Berdasarkan distribusi silang dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis, terdapat 10 responden yang memiliki dukungan keluarga kategori  baik namun 2 diantaranya mengalami kecemasan tingkat berat begitupun responden yang memiliki dukungan keluarga kategori sangat baik sebanyak 3 responden dimana 1 diantaranya mengalami cemas berat. Hal ini dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah keadaan pribadi individunya, pengalaman yang tidak menyenangkan, konflik serta lingkungan dan kehilangan orang dekat (Cendrawati 2004). Smet (1994) dalam Setiadi (2008) menjelaskan bahwa faktor pribadi tergolong di dalamnya adalah kondisi yang ada dalam diri individu, diantaranya tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin juga mempengaruhi reaksi seseorang terhadap tekanan. Stuart (2006) menjelaskan bahwa stressor pencetus yang juga dapat menyebabkan kecemasan yaitu adanya ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
          Selain itu menurut Saharon, et.all (2000), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien pre operasi antara lain :
a.    Nyeri dan ketidaknyamanan (pain and discomfort)
Suatu yang umum dan biasa terjadi pada pasien pre operasi akibat pembedahan. Perawat bertugas memberikan informasi dan meyakinkan kepada pasien bahwa pembedahan tidak akan dilakukan tanpa diberikan anastesi terlebih dahulu. Pada pembedahan akan timbul reaksi nyeri pada daerah luka dan pasien merasa takut untuk melakukan gerakan tubuh atau latihan ringan akibat nyeri pada daerah perlukaan. Faktor tersebut akan menimbulkan cemas pada pasien pre operasi.


b.      Ketidaktahuan (unknow)
Cemas pada hal-hal yang belum diketahui sebelumnya adalah suatu hal yang umum terjadi. Ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang pembedahan.
c.       Kerusakan atau kecacatan (mutilation)
Cemas akan terjadi kerusakan atau perubahan bentuk tubuh merupakan salah satu faktor bukan hanya ketika dilakukan amputasi tetapi juga pada operasi-operasi kecil. Hal ini sangat dirasakan oleh pasien sebagai suatu yang sangat mengganggu body image.
d.      Kematian (death)
Cemas akan kematian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : ketika pasien mengetahui bahwa operasi yang akan dilakukan akan mempunyai resiko yang cukup besar pada tubuh sehingga akan menyebabkan kematian.
e.       Anestesi (anesthesia)
Pasien akan mempersepsikan bahwa setelah dibius pasien tidak akan sadar, tidur terlalu lama dan tidak akan bangun kembali. Pasien mengkhawatirkan efek samping dari pembiusan seperti kerusakan pada otak, paralisis, atau kehilangan control ketika dalam keadaan tidak sadar.
          Penelitian yang dilakukan oleh Ruspita Jenita Nadeak (2010) dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruang RB2 RSUP HAM Sumatera Utara” memperoleh hasil bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi dari 62 responden penelitian yang dianalisa menggunakan uji Spearman Rank dengan dukungan keluarga terbesar adalah kategori baik 53,2% dan paling sedikit adalah kategori kurang 17,7%. Untuk tingkat kecemasan kategori tertinggi adalah kecemasan ringan 46,8% dan yang paling sedikit adalah kategori berat 24,2%.          
          Dari hasil uji statistik Rank Spearman (rs), didapatkan hasil hitung rs = 0,506 lebih besar dari  rt  (n = 13) pada taraf α = 0,05 yaitu 0,475 yang berarti bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di RSU Provinsi NTB tahun 2012.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar